Syeikh Ibnu Athaillah: Tokoh Sufi dalam Tarekat Syadziliyyah
Syeikh Taj al-Din Abu’l Fadl Ahmad ibn Muhammad ibn Abd al-Karim ibn Athaillah al-Sakandari, atau yang lebih dikenal sebagai Syeikh Ibnu Athaillah, merupakan seorang sufi terkemuka dalam Tarekat Syadziliyyah. Tarekat ini berkembang luas di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Lahir di Kota Iskandariah, Mesir, pada tahun 648 H/1250 M, beliau menjadi salah satu tokoh berpengaruh dalam sejarah spiritual Islam.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Sejak muda, Syeikh Ibnu Athaillah menunjukkan kecerdasan dan ketekunan dalam menuntut ilmu. Selain mendalami tasawuf, beliau juga menguasai berbagai disiplin ilmu lainnya, seperti tafsir, hadis, dan ushul fiqih. Demi memperdalam ilmunya, beliau meninggalkan Iskandariah dan menetap di Kairo, yang saat itu menjadi pusat keilmuan dan kebudayaan Islam.
Di Kairo, beliau belajar dari banyak ulama besar, termasuk Syeikh Abu al-Abbas Ahmad ibn Umar ibn Muhammad al-Mursi dan Syeikh Abu al-Hasan Ali ibn Abdillah as-Syadzili, pendiri Tarekat Syadziliyyah. Melalui bimbingan mereka, beliau semakin mendalami tasawuf dan mulai aktif menyebarkan ajaran Tarekat Syadziliyyah.
Karya-Karya Ibnu Athaillah
Sepanjang hidupnya, Syeikh Ibnu Athaillah menghasilkan lebih dari 20 kitab yang membahas berbagai bidang keilmuan, seperti tasawuf, tafsir, aqidah, nahwu, hadis, dan ushul fiqih. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah al-Hikam. Kitab ini menjadi pedoman utama dalam memahami ajaran Tarekat Syadziliyyah dan dianggap sebagai salah satu karya paling berpengaruh dalam dunia tasawuf.
Hingga kini, al-Hikam terus dipelajari dan menjadi rujukan utama bagi para sufi serta pencinta tasawuf di seluruh dunia. Di Indonesia, banyak pesantren yang menjadikan kitab ini sebagai bahan ajar utama, terutama bagi mereka yang mengikuti Tarekat Syadziliyyah.
Ajaran dan Pemikiran dalam Tasawuf
Selain menulis banyak kitab, Syeikh Ibnu Athaillah juga aktif mengajarkan tasawuf dan menyebarkan pemikirannya. Ajarannya banyak dipengaruhi oleh para gurunya, terutama Syeikh Abu al-Abbas al-Mursi dan Syeikh Abu al-Hasan as-Syadzili.
Beliau menekankan beberapa prinsip utama dalam tasawuf, di antaranya:
- Tauhid yang murni, yaitu keyakinan bahwa hanya Allah SWT yang Maha Esa dan tidak memiliki sekutu.
- Zuhud, yaitu tidak terikat pada kehidupan duniawi dan lebih mengutamakan akhirat.
- Sabar dan syukur, sebagai kunci dalam menghadapi berbagai ujian serta nikmat dari Allah.
- Ikhlas dalam beramal, di mana setiap perbuatan harus dilakukan semata-mata karena Allah.
Wafat dan Warisan Keilmuan
Pada tahun 1309 M, Syeikh Ibnu Athaillah wafat dalam usia 49 tahun. Beliau dimakamkan di Pemakaman al-Qorrofah al-Kubro, Mesir. Meskipun telah wafat, ajaran dan karya-karyanya terus menginspirasi banyak generasi dalam dunia tasawuf.
0 Komentar